SHOLAT JUM’AT: PROSESI
FARDIYAH DAN JAMA’AH *
Oleh Deni Aditya Susanto**
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ
مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
|
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9)
PROSESI FARDIYAH (INDIVIDU)
1.
Mandi
sebelum menunaikan sholat jum’at
Sesuai
hadits dari Ibnu Umar dari Umar Ibnu Khaththab r.a, “saya mendengar Rasulullah
saw berkhutbah diatas mimbar lalu bersabda: jika seseorang diantara kamu
mendatangi sholat jum’at, maka hendaklah ia mandi”
2. Mengenakan parfum ketika berangkat ke masjid
Amr
bin Sulaim al-Anshari berkata, "Aku bersaksi kepada Abu Sa'id, ia berkata,
'Saya bersaksi atas Rasulullah, beliau bersabda, 'Mandi pada hari Jumat itu
wajib atas setiap orang yang sudah balig (dewasa), menggosok gigi, dan memakai
minyak wangi jika ada.'" Amr berkata, "Adapun mandi, maka saya
bersaksi bahwa ia adalah wajib. Sedangkan, menggosok gigi dan mengenakan
wewangian, maka Allah lebih tahu apakah ia wajib atau tidak. Akan tetapi,
demikianlah di dalam hadits."
3.
Mengenakan
pakaian terbaik yang dimiliki
Hadits
riwayat imam Ahmad dari Abu Ayyub r.a bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa
mandi pada hari jum’at dan mengenakan wangi-wangian bila ada, dan memakai
pakaian yang terbaik, kemudian keluar berjalan hingga sampai di masjid . . .”
4.
Meninggalkan
seluruh aktivitas duniawiyah
Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Haram berjual beli pada waktu itu."
Atha' berkata, "Haram
melakukan semua aktivitas."
Ibrahim
bin Sa'd berkata dari Az-Zuhri, "Apabila muadzin telah mengumandangkan
azan pada hari Jumat, padahal seseorang sedang bepergian, maka hendaklah ia
menghadiri shalat Jumat itu."
5.
Berangkat
lebih awal (pagi-pagi)
* Disampaikan
pada Kajian Rutin Kontrakan Cordova IMM Universitas Brawijaya, 18 Desember 2012
* *Penulis
adalah mahasiswa Ilmu Ekonomi UB angkatan 2010, sebagai Ketua IMM Fuurinkazan
UB 2012-2013

6.
Sholat
dua raka’at sebelum duduk
Hadits jama’ah dari
Jabir r.a yang berkata: pada suatu hari jum’at ada seseorang masuk masjid
ketika Rasulullah sedang berkhutbah, lalu Rasulullah saw bertanya,”sudahkah
kamu sholat?”, orang itu menjawab, “Belum!”, dan Rasulullah saw
berkata,”Sholatlah dua raka’at!”
Dalam riwayat lain,
sabda Rasulullah saw, “Apabila pada hari jum’at, salah seorang diantara kamu
datang diwaktu imam sedang khutbah, hendaklah ia sholat dua raka’at dengan agak
dipercepat” (Diriwayatkan Muslim, Ahmad dan Abu Dawud).
7.
Mendengarkan
khutbah dengan seksama
Karena pentingnya
khutbah jum’at, maka ketika khutbah jum’at sedang berlangsung, jama’ah
dituntunkan untuk mendengarkan khutbah dengan tenang dan dilarang berbuat
hal-hal yang sia-sia seperti bergerak-gerak dan berbicara, bahkan jama’ah
dilarang menegur temannya dengan kata “diamlah!” (Diriwayatkan Abu Dawud dari
Abu Hurairah r.a).
8.
Sholat
dua atau empat rakaat setelah sholat jum’at
Hadits
jama’ah kecuali Bukhori, dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi saw bersabda “apabila
salah seorang dari kamu telah selesai mengerjakan sholat jum’at maka hendaklah
sholat sunnah empat rakaat sesudahnya.”
Juga
hadits jama’ah dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw sesudah sholat jum’at lalu sholat
sunnah dua rakaat di rumahnya.
PROSESI
JAMA’AH
1.
Kewajiban
sholat jum’at berjama’ah kecuali empat golongan
Thariq bin Syihab
r.a, bahwa Nabi saw bersabda, “Sholat Jum’at wajib bagi setiap orang muslim
dengan berjama’ah, kecuali empat golongan: hamba sahaya, perempuan, anak-anak,
dan orang sakit” (Diriwayatkan Abu Dawud, Al-Hakim, dan Bayhaqi).
2.
Kontroversi
adzan pada sholat jum’at
Ø Hadits shahih riwayat Al-Bukhori dan Abu
Dawud, Adzan Jum’at cukup dikumandangkan satu kali dan iqamat satu kali oleh
seorang muadzin.
Ø Hadits riwayat Ibnu Khuzaymah, dari sahabat
Al-Sa’ib bin Yazid r.a, “Adzan pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar adalah
dua adzan pada hari jum’at hingga sampai masa ‘Utsman, orang-orang semakin
banyak, maka ‘Utsman pun memerintahkan untuk adzan awal di di Zawra’ (tempat
tinggi di pasar Madinah).
Jumhur ‘Ulama, yang
dimaksud dengan dua adzan adalah adzan dan iqamat (Mutafaq ‘alayh) yakni adzan
diawal bila khatib duduk di mimbar sedangkan iqamat ketika imam turun dari mimbar.
Ø Hadits shahih Bukhori, dari sahabat Al-Sa’ib
bin Yazid r.a, “Panggilan (adzan) pada hari jum’at itu awalnya ketika sang imam
duduk di mimbar pada masa Rasulullah saw, Abu Bakar, dan ‘Umar r.a. Tatkala
pada masa ‘Utsman r.a dan orang-orang semakin banyak, maka ‘Utsman pun
menambahkan adzan ketiga diatas Zawra’.” (Diriwayatkan Al-Bukhori).
Berdasarkan hadits
tersebut jelas bahwa adzan pertama adalah ketika imam duduk di mimbar,
sedangkan adzan kedua adalah iqamah ketika imam turun mimbar. Sedangkan adzan
peringatan pada masa ‘Utsman r.a adalah terlepas dari prosesi sholat jama’ah
jum’at dan pelaksanaannya jauh-jauh waktu sebelum prosesi sholat jum’at
dilaksanakan yang tujuannya untuk memperingatkan kaum muslim untauk segera
bersiap.
3.
Khutbah
Jum’at
Hadits riwayat Muslim
dari sahabat ‘Ammar bin Yasir r.a, bahwa selesai adzan, sang khatib berdiri
untuk membaca hamdalah, kemudian syahadatain, shalawat kepada Nabi Muhammad
saw, menyampaikan wasiat taqwa dan pesan-pesan Allah dalam Al-Qur’an. Hendaknya
khatib menyampaikan khutbahnya secara singkat dan padat. Dan disunnahkan
mengakhiri khutbahnya dengan do’a.
4.
Memperpendek
khutbah dan memperpanjang sholat
Hadits
riwayat Muslim dan Ahmad, dari ‘Ammar bin Yasir r.a, bahwa Rasulullah saw
bersabda “bahwa lamanya sholat seseorang dan pendek khutbahnya itu ciri
kebijaksanaannya. Oleh karena itu lamakanlah sholat dan pendekkanlah khutbah”
5. Imam membaca Al-a’la dan Al-Ghosiyah dalam
sholat jum’at
Hadits
jama’ah kecuali Bukhori dan Ibnu Majah, dari Nu’man bin Basyir r.a bahwa
“Rasulullah saw di dalam sholat dua ‘Id dan jum’at membaca surat ‘sabbihisma
rabbikal a’la’ dan surat ‘hal ataka haditsul ghosiyah’. Dan kalau bertepatan
sholat ‘Id dan jum’at pada suatu hari, maka Rasulullah pun membaca surat
tersebut dalam kedua macam sholat itu”.
6. Jumlah minimal jama’ah jum’at
Ø Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan
40 orang atau 50 orang laki-laki berdasarkan hadits Ka’ab bin Malik ketika
ditanya oleh anaknya berapa jumlah jama’ah jum’at ketika bersama Rasulullah,
namun hal ini tidak menegaskan adanya syarat minimum jumlah jama’ah. Akan
tetapi hanya menyatakan kondisi saat itu yang jumlah jama’ah sholat jum’atnya
40 atau 50 orang.
Ø Ulama Malikiyah mensyaratkan sebanyak 12
orang, hal ini dinibatkan pada hadits sahabat Jabir r.a. Ketika Rasulullah
berkhutbah, datanglah kafilah dagang dari syam dan banyak jama’ah yang keluar
menyambutnya hingga tersisa 12 orang dan Rasulullah tetap melanjutkan
khutbahnya. Hal ini juga tidak menjadi patokan batas minimum jama’ah sholat
jum’at akan tatapi hanya menggambarkan kondisi saat itu.
Ø Ulama Hanafiyah, dari Abu Darda’ bahwa Nabi
saw bersabda, “Tidak ada dari tiga orang di satu perkampungan atau desa dimana
tidak ditegakkan shalat di dalamnya, kecuali syaitan akan menguasai mereka.
Maka wajib atasmu berjama’ah” (Diriwayatkan Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ahmad).
Perintah sholat
jum’at adalah berjama’ah sehingga pendapat yang terakhir yang dipakai oleh
mayoritas para ulama’. Adapun ulama’ yang mendukung pendapat ketiga adalah Ibnu
Taimiyah, Bin Baz, Ibnu Utsaymin danLajnah Da’imah Arabiyah. Sholat jum’at
berjama’ah dianjurkan sebanyak-banyaknya jama’ah, semakin banyak semakin baik
meskipun para ulama’ memperbolehkan membangun sholat jum’at dengan 3 orang.
Referensi:
Jamaluddin, Syakir. 2010. Sholat sesuai Tuntunan Nabi SAW, Mengupas
Kontroversi Hadits Sekitar Sholat. Yogyakarta: LPPI UMY
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih.
2011. Himpunan Putusan Tarjih.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
0 komentar:
Posting Komentar